Tumbuh dalam keluarga yang taat agama, membuat Pattimura menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam benaknya ia berpikir, alangkah bahagianya warga Haria, yang terletak di Pulau Saparua, Maluku,  menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan bermasyarakat. Ini tak lain dianggapnya sebagai jalan menuju kemenangan di tengah-tengah suasana penjajahan di Haria yang mencekam. Ialah Pattimura pahlawan nasional yang religius.

Sekembalinya Belanda menjajah Haria membuat Pattimura putar strategi. Sering kali ia bersinggungan dengan perintah-perintah Belanda yang dianggapnya kurang masuk akal. Kendati demikian, ketaatan Pattimura terhadap agama pernah menjadikannya sebagai tuagama atau petugas di gereja. Karena itulah ia punya hubungan yang luas dengan guru agama dan pemuka agama baik di sekolah maupun di batas luar Haria.

Pentingnya memupuk agama sejak dini membuat pria kelahiran 8 Juni 1783 ini menyurati raja dan patih di Seram agar dengan segera mewajibkan penduduknya hadir di tiap-tiap acara keagamaan. Dalam surat resmi yang ia tandatangani pada 29 September 1817 itu terselip dua butir pernyataan akan kewajiban tersebut.

 “Kepada tuan-tuan sekalian, raja-raja patih dan orang kaya, diperintahkan agar sejauh mungkin diusahakan supaya semua orang Kristen, baik anggota maupun bukan jema’at, laki-laki maupun perempuan, hidup dengan damai sebagaimana biasanya. Hendaklah tuan-tuan mengedepankan kepentingan agama orang-orang Kristen, sesuai dengan perintah Yang Maha Tinggi yang bersemayan di dalam surga,” tulisnya.

Dalam perintah tersebut, ia pun menguraikan hal-hal yang dapat dilakukan oleh para raja dan patih yang ia surati. Di antaranya pergi ke gereja dan datang kebaktian setiap minggu. Tujuan tersembunyi yang Pattimura inginkan ialah, tiap-tiap warga Haria yang terbekalinya kekuatan agamanya diharapkan mampu memperbaiki nasib mereka dan Tanah Air.

“Supaya jangan seorang pun lalai dalam menjalankan perintah Tuhan, agar iman kita diperteguhkan dan kita dihiburkan dalam peperangan ini,” pintanya.

Suratnya pun mendapatkan sambutan baik bagi para raja dan patih. Dalam jangka waktu dua minggu, Pattimura menerima 31 surat jawaban yang sudah dibubuhi tanda tangan sebagai tanda setuju.

Di atas keberhasilan dan setujunya pada raja dan patih di Seram terselip kecaman Pattimura yang tak kalah hebat. Khususnya, bagi mereka yang lalai menjalankan kegiatan keagaman tersebut.

“Jika diantara tuan-tuan ada yang tidak ada yang tidak melaksanakan perintah ini, maka ia akan diadili dan dihukum, ia akan dibunuh serta seisi rumahnya,”kecam Pattimura.


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *