Desa Barikin yang terletak sekitar 130 km dari sudut Utara Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menyimpan cerita budaya yang luar biasa. Setidaknya ada Tari topeng Banjar, Wayang Gung, hingga upacara adat Babungga Tahun Manyanggar Banua yang menjadi kolase dan harta karun tak ternilai. Ironisnya, di balik kekayaan khazanah budaya yang tersimpan, para seniman lokal di desa tersebut perlahan-lahan mulai hijrah dan berkarya di kota orang. Menyambangi tempat yang mau menampung dan menggali energi seni yang mereka miliki.

Jumat malam, 20 Juli 2018, ada pemandangan tak biasa yang disuguhkan sekelompok seniman lokal Barikin di Gedung Olahraga 24 Desember, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Barikin Homecoming, sebuah seni pertunjukan menjadi potret perjalanan bagaimana kesenian di Barikin terjaga, sekaligus representasi tentang ungkapan rindu yang diekspresikan lewat gerak tari dan narasi yang dibawakan.

Pertunjukan ini mengkisahkan tentang perwajahan anak-anak di desa Barikin. Dimulai dengan suasana riuh rendah anak-anak yang memainkan permainan tradisional, hingga kemudian mereka teralihkan dengan gawai. Ditambah pembangunan desa yang kian dinamis membuat kearifan lokal bergeser dari tempatnya. Fragmen ini merupakan sebuah bentuk kekhawatiran para seniman yang sudah lama tersimpan.

Lupi Anderiani, pelaku seni sekaligus penerus Sanggar Ading Bastari di Desa Barikin menilai, pertunjukan semacam ini tergolong jarang diadakan di desanya. Seniman-seniman yang lahir dan besar di Barikin kini banyak yang tampil ke luar desa.

“Seniman-seniman Barikin itu mereka kebanyakan di luar, membantu daerah-daerah lain katakanlah di provinsi. Karena di daerah sendiri tidak merasa pernah tampil, seperti di kampung mengisi acara hari jadi atau apa, bahkan tidak pernah,” katanya menguraikan.

Dari sekian tahun, Barikin Homecoming diibaratkan menjadi projek yang luar biasa. Kesadaran pelaku-pelaku seni, termasuk komunitas di dalamnya tergerak hati menggelar pertunjukan. Persiapan yang tak lebih memakan waktu kurang dari satu bulan, Barikin Homecoming siap digelar. Mendatangkan penonton dari luar desa dan modifikasi tarian sarat makna, yaitu tari kurung ayam salah satunya.

“Tarian ini saya ibaratkan Barikin seperti terkurung di rumah sendiri, tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi kadang yang untung itu daerah lain karena (keseniannya yang muncul) bukan atas nama daerah sendiri, tapi daerah lain yang muncul,” tambahnya.

Mengembalikan Cahaya Seni

Barikin dikenal sebagai desa budaya yang menjadi kiblat kesenian tradisional Kalimantan Selatan. Hal ini diperkuat dengan munculnya sanggar-sanggar berbasis kesenian khas Barikin. Tercatat, setidaknya ada dua sanggar yang menggema di sana, yaitu Sanggar Ading Bastari dan Juriat Barikin.

Lupi menjadi salah satu pelaku seni di desanya merasa ada perbedaan yang sangat besar. Aroma-aroma kesenian yang dulu tercium jelas kini perlahan mulai samar. Sebagai contoh, anak-anak, yang notabene sebagai generasi penerus jarang bersentuhan dengan seni.

“Saya dari kecil ditanamkan jiwa kesenian, bahkan sebelum belajar baca-tulis saya belajar kesenian dulu, main gamelan dan menari. Anak-anak sekarang lebih banyak di rumah main gadget. Ini memang kondisi dan fakta di Barikin. Jadi jika ditanya di mana rumah kami, saya mengembalikan itu ke penonton,” ujar Lupi, yang juga sebagai generasi ketiga pengurus sanggar garapan kakeknya.

Di sisi lain, jika dikomparasi dengan perkembangan saat ini, budaya yang menjadi titik pijak sebuah masyarakat perlahan mulai bergeser. Pelaku seni harus bekerja lebih keras demi menjaga kearifan lokal tersebut. Seni dan budaya yang hidup di masyarakat dirasa tak mungkin hanya bisa dijaga oleh satu atau dua orang saja.

“Kita menghadapi pengaruh budaya luar, sedangkan masyarakat kita ini boleh dikatakan sudah mulai meninggalkan. Sekarang itu tradisi kerap dikaitkan dengan kepercayaan dan agama, semua aspek mempengaruhi. Kita sebagai seniman berusaha menyesuaikan. Kalau bisa justru budaya dari luar ini yang menyesuaikan,” ujar Lupi.

Seniman-seniman lokal di Barikin tak tutup mata. Mereka berusaha memelihara dan mengembalikan kearifan lokal yang dimiliki tanah leluhurnya. Beberapa kali menciptakan hasil kolaborasi kesenian, baik tari-tarian dan kesenian lain yang berkiblat pada seni lokal. Tidak mengurungi diri sendiri menjadi salah satu jalan yang ditempuh mereka demi melambungkan kembali budaya di Barikin.

“Yang lama tetap dipelihara tapi bukan berarti kita menutup diri dari dunia luar. Prinsipnya membuat yang  baru boleh dan menginspirasi, tapi yang asli tetap terjaga,” tegasnya.

Lupi, para pengisi pentas Barikin Homecoming, dan teman-teman pelaku seni lainnya berharap setidaknya masyarakat di Desa Barikin maupun di luar mampu menjaga ‘rumah’ dan menghidupkan kesenian di tanah kelahiran sendiri.

Categories: Kesenian

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *