Ada yang  berbeda dari pagelaran lukisan bertema besar Pameran Sejarah yang diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia. Jika biasanya lukisan dibuat di atas kanvas bergoreskan cat minyak, puluhan lukisan ini dibuat dengan pasta yang terbuat dari bubuk biji asam atau lebih dikenal dengan teknik gutha tamarin. Apa saja yang perlu diketahui dari teknik yang satu ini?

Teknik gutha tamarin merupakan pengembangan teknik membatik memakai biji asam yang dihaluskan. Biji asam yang diproses menjadi bubuk halus ini kemudian dicampur dengan air dan lemak nabati atau mentega hingga membentuk pasta. Gutha tamarin menjadi bahan subtitusi malam atau lilin yang biasa digunakan dalam proses membatik. Bahkan, gutha tamarin kerap disebut sebagai batik dingin lantaran tak menggunakan alat pemanas layaknya proses yang biasa ditemukan saat menggunakan malam.

Membatik dengan teknik yang satu ini juga tak memerlukan canting. Pasta biji asam cukup dimasukan ke dalam plastik segitiga (piping bag) yang dilubangi bagian ujungnya. Perupa hanya perlu menggoreskan pasta-pasta tersebut di atas pola yang sudah dibentuk atau langsung menuangkan imajinasi begitu saja.

Citra Smara Dewi, kurator Pameran Sejarah bertajuk Visualisasi Ekspresi Pahlawan dan Tokoh Perempuan mengatakan karya lukis berteknik gutha tamarin menjadi karya modern yang kini mulai dikenal. Tidak ada karakter biji asam khusus yang akan digunakan. Pasalnya, semua biji asam dapat menghasilkan bubuk yang sesuai untuk mengaplikasikan di lukisan nanti.

Meski memiliki letak berbedaan dengan membatik pada umumnya, Citra menekankan ke para perupa yang hendak menggunakan teknik ini untuk terus inovasi dan eksplorasi untuk hasil karya yang akan dihasilkan.

“Kuncinya jika ingin melukis dengan teknik ini perlu konsentrasi dan bersabar. Intinya mau inovatif dan terus eksplorasi. Apalagi jika menggunakan media sutera, itu kan susah sekali. Tantangannya ialah bagaimana mencapai karakter yang diinginkan, ini menjadi kendala mereka” paparnya saat ditemui di acara Pameran Sejarah.

Sementara itu Ariesa Pandanwangi, dosen seni rupa di salah satu universitas di Bandung, merasa tak asing dengan teknik gutha tamarin. Ia pun memiliki cara khusus saat menggunakan pasta biji asam tersebut.

“Kalau kita menggunakan cairan gutha itu tidak boleh encer ataupun kental. Jika terlalu encer susah saat ingin membuat goresan, kalau pun terlalu kental ia tidak bisa menembus ke bawah. Cara menyikapinya biasanya saya mendiamkan guthanya terlebih dahulu sekitar satu malam agar nge-blend betul antara tamarin, air dan mentega. Saya percaya setiap seniman memiliki proses berkarya yang berbeda-beda,” ucapnya.

Selain itu, karena menggunakan bahan alami yang berasal dari biji asam, pasta gutha tamarin memiliki batas daya tahan hanya satu bulan.

“Material tersebut tidak tahan lama, satu bulan jika didiamkan akan mengeluarkan ulat-ulat kecil. Namun, ini bahan yang cukup natural dan sangat aman jika diperkenalkan ke anak-anak,” jelasnya.


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *