Candi Arjuna merupakan salah satu candi yang berada di kelompok candi Arjuna. Kelompok candi ini terletak di tengah Kawasan Candi Dieng dan terdiri atas 5 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan.

Candi Arjuna dimasukkan ke dalam seni bangunan Dieng Baru, berdenah bujur sangkar berukuran 6 x 6 meter, dengan pintu menghadap ke barat. Candi didirikan di atas fondasi berupa tanah lembut semacam gambut.  Fondasi disini maksudnya pemadatan tanah di bawah candi, untuk memperkuat tanah sebelum didirikan candi.

Seperti lazimnya Candi-candi Klasik Tua, kaki candi dihias dengan perbingkaian, demikian pula bagian bawah tubuh candi.  Namun Candi Arjuna dan Candi-candi Dieng lainnya tidak memiliki bingkai bulat (kumuda), hanya bingkai rata dan bingkai padma (sisi genta).  Dinding tubuh Candi Arjuna dihias oleh 3 relung pada 3 sisinya yang sekarang telah kosong tidak ada arcanya.  Bagian atas relung masing-masing relung dihias dengan ragam hias kepala kala tanpa dagu, dan dihubungkan dengan sepasang makara oleh bingkai relung.  Pintu candi di sebelah barat, dengan hiasan ragam hias kepala kala pula, dan dihubungkan oleh bingkai pintu dan pipi tangga ke sepasang makara yang di hias oleh burung kakaktua di mulutnya yang menganga.

Atap candi terdiri dari tiga lapis (bhumi), ukurannya makin ke atas makin kecil dan di akhiri oleh puncak yang mungkin berbentuk buah keben (ratna).  Kemungkinan ini di ajukan setelah melihat hiasan pada sudut-sudut lapisan atap berbentuk replika candi.  Kepastian bentuk tidak dapat diajukan, karena atap telah rusak.  Puncak candi bukan stupika (dagoba), karena Candi Arjuna dan Candi Dieng secara keseluruhan bersifat agama Siwa, dan bukan bersifat agama Buddha. Bentuk atap Candi Arjuna mirip dengan atap candi gaya India Selatan (gaya Dravida). Pada tahun 1924 seorang arkeolog Belanda pernah meneliti Candi Arjuna, dan menurut pendapatnya, ukuran dan bagian-bagian Candi Arjuna jelas mengikuti aturan Vastusastra.  Ragam hias sangat sederhana, atap candi dipenuhi dengan ragam hias antefiks (simbar), dan hiasan Kala-makara pada pintu candi dan ketiga relung pada badan candi.  Bingkai pintu ini pada bagian bawah dihubungkan dengan pipi tangga yang melengkung pada kiri kanan tangga masuk. Ruangan tengah (garbhagrha) telah kosong, dahulunya mungkin diisi arca Siwa yang mungkin sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.  Yoni lapik arcanya sekarang masih ada di dalam ruangan.

Pada dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut dalam keadaan kosong. Pada dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan kepala naga dengan mulut menganga.

Tepat di pertengahan dinding di bawah relung terdapat jaladwara (saluran air). Atap candi berbentuk kubus bersusun, makin ke atas makin mengecil. Bagian atas dan puncak atap sudah hancur. Di setiap sisi masing-masing kubus terdapat relung dan di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah rusak. Di tengah ruangan di dalam tubuh candi terdapat yang tampak seperti sebuah yoni. Di sudut luar, menempel pada dinding belakang candi terdapat arca yang sudah rusak.

(Disarikan dari laporan kegiatan Pemetaan Kawasan Cagar Budaya Dieng, Kabupaten Banjarnegara, BPCB Jateng)

 

Categories: Nilai Budaya

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *