Topeng merupakan benda yang terus mengikuti peradaban manusia, baik sejak masa prasejarah hingga era modern seperti sekarang ini. Di dalam topeng tertanam aspek seni sekaligus magis yang sering kali dihubungkan sebagai media mendatangkan roh nenek moyang. Di Indonesia sendiri, topeng memiliki dua unsur yang berbeda, yakni sebagai unsur keagamaan dan kesenian.

Sifatnya yang universal membuat benda yang mengandung nilai-nilai simbolis ini dikenal hingga ke lintas zaman. Di era prasejarah khususnya, topeng memiliki arti yang begitu mendalam. Topeng kerap digunakan sebagai media ritual lantaran dianggap memiliki kekuatan magis. Di upacara-upacara ritual saja, benda yang satu ini dimanfaatkan sebagai perantara antara dunia roh dan manusia. Kehadiran nenek moyang dalam topeng berarti pemulihan hubungan kedua dunia tersebut. Di masa prasejarah, dari segi bentuk dan ukuran topeng dibuat dengan ukuran yang lebih besar sehingga menutupi kepala orang yang hendak memakainya. Contohnya seperti  yang terlihat pada topeng ondel-ondel, Reog Ponorogo, dan sebagainya.

Dilihat dari bukti arkeologis, keberadaan topeng pada masa prasejarah di Indonesia antara lain adanya motif tertentu yang menghiasi area topeng. Sebut saja berupa motif pada tempayan, kendi, nekara, kapak, perunggu, kalamba dan lukisan pada batu cadas atau dinding gua. Motif-motif tersebut erat kaitannya dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Pada nekara perunggu untuk ritual memanggil hujan saja terukir gambar-gambar wajah. Ini menunjukkan pada masa tersebut masyarakat telah mengenal konsep topeng, yang saat itu dianggap sebagai simbol perubahan identitas, bekal kubur hingga lambang keabadian.

Seperti diketahui, sering kali topeng diejawantahkan sebagai bentuk komunikasi nonverbal yang menggambarkan bagaimana watak dan karakter si tokoh yang tengah diperankan. Oleh karena itulah hadir bentuk-bentuk topeng yang unik dan beragam. Misalnya dibuat mirip dengan wajah binatang, makhluk menakutkan dan karakter-karakter realistis seperti halnya wajah manusia. Bahan pembuatan pun topeng bermacam-macam, mulai dari kulit binatang, kayu, tanah liat, keramik, logam (emas, perak, perunggu), hingga batu.

Tak hanya itu, menurut beberapa ahli, lukisan warna-warni pada wajah juga termasuk penerjemahan dari sebuah topeng. Dengan kata lain, topeng selalu dikaitkan sebagai media penutup wajah meskipun dengan latar belakang dan aspek yang berbeda-beda. Mulai dari aspek religi,sosiologis dan kesenian. Tradisi memakai topeng atau kedok juga lekat dengan masyarakat tradisional, yakni dengan cara menorehkan wajah dengan lumpur saat ritual tertentu.

 

Sumber:

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/2018/01/08/topeng-pada-masa-prasejarah-2/

Categories: Featured

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *