Kota Sawahlunto yang dahulunya merupakan lembah dengan berbagai persawahan menjelma menjadi kota Tambang dengan konsep desa. Kota sawahlunto adalah hulu dari dari eksploitasi Tambang Batu Bara di Sumatera Barat setelah Pemerintah Kolonial Belanda tidak begitu bergairah lagi melakukan perdagangan kopi. Belanda dibuat kecewa oleh Perdagangan kopi di Sumatera Barat yang merugi.

Ditemukannya Tambang Batu bara Di Kota Sawahlunto oleh De Grave, Seakan memberikan angin segar kepada pemerintah Hindia Belanda. Sumatera Barat yang semula dirancang untuk eksploitasi hasil alam seperti Kopi, tembakau, Lada. Akan tetapi dalam perjalanannya Belanda mendapat keuntungan yang lebih besar dari hasil tambang. Setidaknya, perang paderi telah usai Pemerintah Hindia Belanda sudah leluasa mengekspolitasi daerah-daerah di Sumatera bagian Tengah. Pemerintah Hindia belanda mengirim Insinyur untuk melakukan pemetaan potensi-potensi tambang. Catatan ini terekam dalam De Greve terus merampungkan detail penyelidikan hingga mempublikasikan hasilnya di tahun 1871. Laporan yang dipublikasikan itu berjudul ”Het Ombilien-kolenveld iin de Padangsche Bovenlanden en het Transportstesel op Sumatra’s Weskust” kemudian dilanjutkan oleh Veerbek.

Pada 1858, Hindia Belanda menemukan deposito batubara sekitar 200.000.000 ton di lembah Sawahlunto. Deposito besar tersebut dapat digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan seperti industri, kereta api dan sistem kereta api dan pengiriman.Pemanfaatan batubara dan penambangan telah berkembang pesat jaringan transportasi di Sawahlunto, dari daerah terpencil ke dunia luar. Jaringan rel kereta api digunakan untuk mengangkut batubara dari Sawahlunto ke Pantai Barat Sumatera.

Ada tiga pilar penting yang menyangkut pertambangan di Sawahlunto yakni, Kota Sawahlunto, jalur kereta api sampai ke Pelabuhan Teluk Bayur, Pertambangan Batu Bara. Jika salah satu dari tiga pilar tersebut tidak lagi berfungsi sebagai pendukung ekonomi, maka yang lain tidak akan bergerak sebagai satu kesatuan. hal ini terbukti pada awal 2000-an, tambang batu bara berhentu beroperasi secara perlahan aktivitas Kereta api mulai berkurang.

Pada tahun 2001 keluarlah sebuah Perda yang menjadikan Kota Sawahlunto menjadi Kota Wisata Tambang ini berkat dari dukungan pemerintah tersendiri. Melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, Sawahlunto menjelma menjadi kota wisata yang berbasis sejarah, hal ini dilakukan mulai dari revitalisasi bangunan tua. Kota Sawahlunto merupakan sebuah kawasan kota yang didominasi oleh benda cagar budaya.

Cagar budaya yang ada di Kota Sawahlunto sudah ditetapkan secara berjenjang mulai dari Kota Sawahlunto Keputusan  Walikota  No. 189.2/250  Wako-Swl/2014 tentang Penetapan Situs dan Bangunan Cagar Budaya Kota Sawahlunto, Peraturan Kota Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penataan Kawasan Kota Lama dan  Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2007  Pengelolaan Benda Cagar Budaya serta Kota Sawahlunto sebagai cagar budaya Nasional dengan nama Kota Tambang Batubara Sawahlunto melalui Kepmendikbud No. 345/M/2014 pada tanggal 08 Januari 2014.

Pada tahun 2015 kota Sawahlunto masuk dalam nominasi Tentatif List World Heritage oleh UNESCO. Salah satu situs penambangan batu bara yang memiliki kesamaan dengan kota pertambangan tua Sawahlunto adalah situs pertambangan besar Wallonia (Belgia) pada abad ke-19 hingga 20. Situs ini memiliki kesamaan dalam infrastruktur pertambangan dan perekrutan tenaga kerja. Namun, Sawahlunto memiliki infrastruktur yang lengkap dan utuh dalam perencanaan dan struktur kota, pengaruh gaya arsitektur (de Indische Empir Stijl), landform dan multi-facette Culture. kota tambang tua Sawahlunto memenuhi kategori kompleks Tanbang Batu bara Berdasarkan studi Tambang Batu bara ICOMOS’s International Collieries Studies.

Kota Sawahlunto dirancang dan direncanakan dengan sangat hati-hati dan terpola mengikuti aspirasi pemerintah kolonial saat itu. Perumahan pegawai tinggi pertambangan ditempatkan dalam suatu zona tertentu di dekat fasilitas perdagangan, sementara permukiman buruh tambang diletakkan jauh di pinggiran kota. Zona jasa dan komersial ditempatkan di pusat kota, terutama untuk melayani kebutuhan dan gaya hidup pejabat kolonial saat itu. Zona terkonsentrasi juga telah disesuaikan dengan kondisi dan budaya setempat. Karakter dapat dilihat melalui warisan fitur pertambangan terutama fasilitas pendukung seperti dapur umum, utilitas Kesehatan, pemukiman pekerja, dan Administrasi Kantor. Sejak akhir abad ke-19 hingga 2008, penataan wilayah ini masih utuh. Pola tersebut masih dipertahankan sebagai bagian pelestarian warisan kota sebagaimana dikutip dari pengusulan kota sawahlunto sebagai Warisan Dunia di Unesco.

Pola dan rancangan kota sawahlunto yang sejak berdiri sampai saat ini masih bertahan menjadi cirikhas dari kota sawahlunto sebagai kota tambang. Walaupun kota Tambang Sawahlunto banyak terdapat buruh tambang, akan tetapi Nilai-nilai bagi masyarakat di sekitar lokasi penambangan juga diperhatikan. Fasilitas kesehatan bagi pekerja tambang dan petugas selama kurun waktu telah menjadi salah satu rumah sakit terbesar di Sumatera tengah. Karena ini sesuai dengan prinsip ekonomi modern jika banyak pekerja/buruh yang sakit maka akan menghalangi proses produksi.

Nah sekarang di tahun 2019 bulan Juli akan diadakan sidang untuk Menentukan apakah kota Sawahlunto, Rel Kereta api sampai ke Silo Gunung di Pelabuhan  Teluk Bayur yang kemudian dikenal dengan Omblin Coal Mining Heritage of Sawahlunto menjadi Warisan Dunia.

 

Teks: Oleh Aulia Rahman

Sumber: BPCB SUMBAR


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *