Sungai Mahakam adalah sungai besar yang berhulu di lima pegunungan, yaitu Pegunungan Kapuas Hulu, Kapuas Hilir, Schwaner, Muller, dan Iban (Ensiklopedi Indonesia 1999:7). Sungai yang membelah pulau Kalimantan bagian timur ini sejak masa lampau telah memiliki peran penting sebagai jalur lalu lintas dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Dari pedalaman Mahakam inilah babak sejarah Indonesia bermula. Tepatnya di Desa Brubus, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur telah ditemukan tujuh buah prasasti yang dipahat pada tiang batu dalam aksara Pallawa berbahasa Sanskerta. Prasasti inilah menjadi catatan penting tonggak awal zaman aksara di Indonesia.

Ketujuh prasasti pada tiang batu ini sering disebut “Yupa”, yang penyebutan ini tercantum dalam beberapa isi prasasti. Penamaan prasasti Muara Kaman didasarkan tempat penemuannya, yaitu di daerah Muara Kaman sementara penamaan Prasasti Mulawarman disebabkan prasasti ini dikeluarkan di masa pemerintahan Raja Mūlawarmmān.

Dalam sejarah penemuannya, tujuh Yupa tersebut tidak ditemukan secara bersamaan. Awalnya hanya ditemukan empat buah Yupa. Penemuan ini pertama kali dilaporkan oleh Asisten Residen Kutei kepada pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tanggal 9 September 1879. Setahun kemudian, tahun 1880, keempat Yupa tersebut dibawa ke Batavia (Jakarta) dan disimpan dalam koleksi Arkeologi di Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang sekarang menjadi Musem Nasional, dengan nomor inventaris D2 a-d. Pada akhir tahun 1940 ditemukan lagi tiga Yupa di daerah yang sama. Ketiga Yupa ini pun dibawa ke Jakarta untuk disimpan di Museum Nasional Indonesia (MNI) dan diberi nomor inventaris D175-D176. Kondisi ketujuh Yupa tidak semuanya baik. Satu Yupa memiliki aksara yang sudah terhapus dan tidak diketahui isinya, yaitu nomor D2 d. Pahatan yang masih tampak jelas pada Yupa tersebut hanyalah bentuk segi empat kecil bekas kepala aksara yang disebut box-heads oleh JG. De Casparis.

Prasasti-prasasti Yupa memberikan informasi yang sangat penting bagi penyusunan sejarah Indonesia kuna. Aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang dikenalkan oleh bangsa India membawa Indonesia memasuki masa sejarahnya. Sampai saat ini, aksara Pallawa dari India selatan yang terdapat dalam prasasti Yupa merupakan aksara tertua di Indonesia. Berdasarkan ciri-ciri gaya penulisannya, de Casparis menamakan sistem aksara Kutai ini sebagai Early Pallawa atau Pallawa Tua yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 Masehi atau kira-kira setengah abad sebelumnya (de Casparis 1975: 14-20).

Dari penemuan prasasti Yupa ini dapat dibayangkan bahwa masyarakat Kutai kuna pada awalnya hidup dalam kesukuan. Kuṇḍungga, kakek raja Mūlawarmmān diduga merupakan pemimpin suku di wilayahnya. Pada abad ke-4 Masehi, seiring dengan masuknya pengaruh budaya India, kehidupan kesukuan berkembang ke sistem kerajaan. Kuṇḍungga masih tetap mempertahankan ciri-ciri keindonesiaannya.

Anak Kuṇḍungga, yaitu Aśwawarman dianggap sebagai pendiri keluarga kerajaan (vaṅśakarttā). paling terkemuka dari ketiga putra itu adalah Mūlawarmmān. Pada saat pemerintahannya, kerajaan ini mengalami masa keemasan. Seluruh prasasti Yupa memberitakan mengenai kedermawanan Mūlawarmmān yang seringkali mengadakan selamatan (kenduri) dengan sedekah emas amat banyak, segunung minyak kental, dan 20.000 ekor sapi. Untuk peringatan kegiatan selamatan ini maka dibuatlah Yupa oleh para brahmana.

Alih Aksara dan Terjemahan Prasasti Muara Kaman I

Agama yang dianut Aśwawarman dan Mūlawarmmān jelas Hindu. Disebutkan pula dalam Yupa bahwa Aśwawarman diibaratkan seperti Angśumān, yaitu sebutan dewa matahari dalam agama Hindu. Raja Mūlawarmmān sendiri disebutkan telah mengalahkan raja-raja di medan perang, dan menjadikan mereka bawahannya seperti yang dilakukan oleh Raja Yudhistira. Kemudian dari dua prasasti Yupa menyebutkan bahwa upacara selamatan atas sedekah raja Mūlawarmmān dilaksanakan di vaprakeśvara, tanah lapang yang dianggap suci untuk mengadakan persajian sesuai dengan aturan kitab Weda dan Brahmana (Santiko, 1989: 3-6).

Dari tempat penemuan prasasti Yupa diketahui bahwa kerajaan Hindu tertua di Indonesia berada di daerah Muara Kaman, Kutai, Kalimantan Timur. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman dikenal dengan nama Kutai Hindu atau Kutai kuna. Nama Kutai Hindu atau Kutai kuna digunakan oleh para peneliti untuk menamakan kerajaan Mūlawarmmān karena prasasti-prasasti Yupa tidak menyebutkan nama kerajaan dan untuk membedakannya dengan kerajaan Kutai masa Islam.

Desa Brubus, tempat penemuan prasasti-prasasti Yupa, masih menyisakan sebuah artefak yang oleh penduduk setempat dinamakan Lesong Batu. Artefak ini berbentuk balok batu, yang salah satu sisinya telah diupam halus. Bentuknya seperti Yupa namun tanpa tulisan. Kemungkinan Lesong Batu ini merupakan sebuah tiang batu yang akan dijadikan bahan untuk membuat prasasti Yupa. Lesong Batu saat ini berada di dalam sebuah cungkup di Museum Situs Kerajaan Mulawarman Kutai ing Martadipura di Desa Muara Kaman Hulu, kecamatan Muara Kaman, kabupaten Kutai Kartanegara.

(Museum Nasional/Fifia Wardhani)

Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/munas/tonggak-sejarah-nusantara-dari-pedalaman-mahakam/

Categories: Sejarah

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *