Munculnya kerajinan rendo bangku tidak lepas dari keberadaan Yayasan Amai Setia yang didirikan oleh Rohana Kuddus. Berdiri sejak 11 Februari 1911, awalnya yayasan ini dimaksudkan sebagai tempat berkumpul (Sari, 2016) perempuan Kotogadang sekaligus wadah mengatasi ketertinggalan pendidikan perempuan. Menurut Rohana Kuddus, ketertinggalan pendidikan ditengarai menjadi salah satu penyebab ketertindasan perempuan pada masa itu. Sehingga, pendirian Yayasan Amai Setia diharapkan bisa menjembatani akses pada pendidikan.

Bagi masyarakat Kotogadang, kerajinan rendo begitu penting karena lekat dengan adat-istiadat. Hasil rendo umumnya ditempelkan sebagai hiasan pakaian adat seperti selendang bagi perempuan dan kain baterawai bagi laki-laki baru menikah. Selain itu, juga digunakan untuk hiasan tingkuluak yang ditempatkan pada sisi-sisi dan ujungnya. Rendo juga menjadi simbol prestise bagi seseorang. Bahkan setiap anak perempuan yang lahir pada masa lalu sudah disiapkan selendang dengan rendo untuknya.

Keberadaan rendo bangku diakui telah menjadi tonggak sejarah bagi perempuan-perempuan Indonesia Minangkabau bagi perempuan Kotogadang. Keberadaan rendo bangku tidak hanya mampu menopang ekonomi keluarga di kala sumber penghasilan utama tidak mencukupi. Tapi lebih dari itu, keberadaan rendo bangku telah mampu menjadi wadah mengubah perspektif perempuan di tengah dominasi budaya patriarkhi.

Cita-cita perempuan mandiri dan bebas dari ketertindasan sebagaimana dicita-citakan Rohana kuddus telah menambah peran penting Yayasan Amai Setia Kotogadang dan kerajinan rendo bangku. Para perempuan telah mampu berpikir kritis dan mandiri secara ekonomi melalui pendidikan dan keahlian yang dimiliki. Mereka juga menjadi contoh dan inspirasi bagi perempuan lain untuk melakukan hal yang sama bagi kehidupannya.

 

 

 

(Sumber: BPNB SUMATERA BARAT )
(Sumber Gambar: BD IPADANG)
(Admin: Kiki Setiaviranti)


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *