Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi adalah salah satu dari tujuh prasasti peninggalan kerajaan tertua di barat Pulau Jawa. Prasasti ini telah ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya peringkat nasional. Berbeda dengan keenam prasasti lainnya yang hampir seluruhnya berada di dekat aliran sungai, lokasi prasasti ini justru berada di perbukitan. Tepatnya di sebelah selatan bukit Pasir Awi (± 559 mdpl) di kawasan hutan di perbukitan Cipamingkis Kabupaten Bogor. Untuk bisa sampai ke lokasi prasasti, kita dapat melalui Jalan Sukaraja Dayeuh. Kemudian masuk ke jalan berbatuan dengan medan yang cukup menyulitkan kendaraan yang melaluinya. Selesai jalan berbatuan dilalui, selanjutnya dihadapkan dengan undakan anak tangga yang cukup curam. Setelah menaiki tangga itu, akhirnya sampailah di lokasi insitu tempat Prasasti Pasir Awi.

Sejarah prasasti ini tidaklah banyak diungkap. Hanya saja keberadaannya sudah diketahui sejak 1864. Ditemukan kali pertama oleh seorang arkeolog asal Belanda, bernama N.W. Hoepermans. S. Pada prasasti ini terdapat pahatan sepasang tapak kaki yang menghadap ke arah utara dan timur. Pahatan serupa juga ditemukan di Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Pasir Jambu yang terletak di Kecamatan Cibungbulan dan Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Pahatan tapak kaki tersebut dianggap sebagai tapak kaki milik Sri Purnawarman raja dari Kerajaan Taruma atau Tarumanegara. Kerajaan ini pernah berjaya pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi.

 

Piktograf

Selain pahatan kaki di prasasti Pasir Awi, tidak ditemukan adanya aksara yang dapat dibaca. Seperti yang ada di Prasasti Ciaruteun dan Pasir Jambu. Akan tetapi terdapat piktograf yang menggambarkan sebatang dahan dengan ranting-ranting dedaunan dan buah-buahan. Menurut Rogier Diederik Marius Verbeek piktograf tersebut menggambarkan angka tahun. Namun hingga saat ini belum ada satupun peneliti yang dapat membaca dan mengartikannya secara pasti.

 

Si Bisu yang tersisihkan

Cagar Budaya yang seharusnya menjadi sarana edukasi bagi wisatawan ini seakan “bisu”. Tidak ada satupun papan informasi yang menggambarkan sejarah dari prasasti tersebut. Selain itu, walaupun sudah diberi cungkup, lokasi prasasti yang berada di perbukitan dengan ketinggian 559 mdpl ini masih terbilang kurang terawat.

Prasasti Pasir Awi seakan tersisihkan. Tidak seperti keempat prasasti peninggalan Tarumanagara lainnya. Akses jalan menuju lokasi cukup memprihatinkan. Jalanan berbatu dengan pepohonan rindang dan semak belukar yang seperti anyaman alam di sisi-sisinya memberikan kesan lain. Saat melewatinya seperti sedang menaiki gunung yang sunyi. Tidak ada fasilitas dapat ditemuai, tidak ada pula petunjuk ke arah peninggalan bersejarah ini. Prasasti Pasir Awi pun akhirnya jarang dilirik oleh wisatawan. Padahal prasasti ini memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.

 

Aset berharga

Aset berharga milik negara ini dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata yang lebih baik. Dapat memajukan perekonomian masyarakat di sekitar lokasi keberadaan Prasasti Pasir Awi. Berdasarkan statusnya sebagai Cagar Budaya, bahkan sudah menjadi peringkat nasional, sudah sepantasnya Prasasti Pasir Awi mendapat perhatian lebih dalam penangananya. Pemberian label atau papan informasi mengenai prasasti, baik berupa deskripsi, sejarah benda bahkan hingga sejarah penemuannya adalah langkah awal yang dapat dilakukan agar prasasti ini menjadi “hidup”. (Rusmiyati dan Shofa Nurhidayati-Sub Direktorat Registrasi Nasional)

Categories: Featured

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *