Situs Gilimanuk terletak di kawasan Teluk Gilimanuk dan termasuk kawasan Taman Nasional Bali Barat, meliputi wilayah Kabupaten Buleleng dan Jembrana. Ekskavasi yang dilakukan di situs Gilimanuk menghasilkan beberapa temuan seperti gerabah, alat-alat batu, benda-benda perunggu dan besi, perhiasan emas, manik-manik, dan lain sebagainya. Selain benda-benda tersebut, ditemukan pula ekofak seperti tulang-tulang hewan, kulit kerang, dan arang (Kifli, 2000:23).

Temuan artefak dari situs Gilimanuk umumnya ditemukan dalam keadaan terfragmentaris walaupun sebagian ada juga yang ditemukan utuh atau dapat direkonstruksi bentuknya. Sementara, temuan ekofak umumnya berupa sisa-sisa hewan seperti ikan, unggas, anjing, babi, tikus, dan kelelawar. Tulang-tulang tersebut sebagian besar ditemukan dalam keadaan tidak utuh (terfragmentaris), sedangkan yang ditemukan dalam keadaan lengkap dijumpai memiliki asosiasi dengan rangka manusia (Kifli, 2000:24-25).

Rangka-rangka manusia yang ditemukan pada situs Gilimanuk sebagian besar dalam keadaan utuh dan dijumpai dalam berbagai posisi dan sikap seperti tertelungkup, membujur, atau bersusun tiga sampai empat. Adapun rangka-rangka tersebut ditemukan bersaman dengan benda-benda yang berfungsi sebagai bekal kubur. Temuan bekal kubur tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di daerah Gilimanuk telah mengenal cara-cara penguburan manusia berikut aturan-aturan yang berlaku di daerah ini pada masa lampau (Kifli, 2000:28-29).

Pola penguburan di Gilimanuk dibedakan menjadi empat, yaitu kubur primer (primary burial), kubur sekunder (secondary burial), kubur campuran, dan kubur tempayan (Soejono, 1977:186-192). Kubur primer adalah kubur yang biasa dilakukan kepada seseorang yang mati dengan cara menguburkan mayat ke dalam tanah, menempatkannya ke dalam ruang-ruang semu atau salah satu jenis wadah kubur yang kemudian ditanam di dalam tanah (Bray & Trump, 1970:44; Soejono, ed., 1984:291; Jowkouwsky, 1970:183). Adapun kubur primer biasa disebut dengan kubur langsung, kubur pertama atau kubur sederhana. Kubur primer tebagi menjadi dua, yaitu 1) kubur primer tunggal dan 2) kubur primer rangkap. Kubur primer tunggal terdiri dari satu mayat dengan berbagai macam posisi dan sikap, sedangkan kubur primer rangkap terdiri dari dua mayat yang disusun bertumpuk atau berdampingan dengan arah yang berlawanan. Sikap rangka mayat penguburan primer terdiri dari, sikap membujur (extended), setengah terlipat (semi flexed), melipat (flexed), terlentang (dorsal), dan tertelungkup (prostrate position) (Soejono, 1977:189).

Sementara itu, kubur sekunder adalah penguburan kembali seluruh atau sebagian tulang-tulang dari rangka seseorang yang sebelumnya telah dikuburkan. Kubur sekunder ini disebut juga kubur tak langsung, kubur kedua, kubur kompleks (two-level graves). Kubur sekunder terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu 1) kubur sekunder tunggal dan 2) kubur sekunder rangkap. Penyusunan rangka pada kubur sekunder umumnya mengikuti pola-pola tertentu, tulang-tulang panjang (misalnya tulang paha dan tulang lengan) diposisikan di pinggir dan mengapit tulang-tulang pendek (misalnya tulang iga, ruas tulang belakang, dan tulang lainnya), sedangkan tulang tengkorak diletakan pada bagian atas dari susunan tulang-tulang tersebut (Soejono, 1977:187-188). Kubur sekunder rangkap terdiri dari dua rangka atau lebih yang disusun bertumpuk atau berdampingan (Kifli, 2000:30).

Adapun kubur campuran adalah cara penguburan dengan mengkombinasikan kubur primer dengan kubur sekunder (Soejono, 1977:191). Tulang-tulang manusia dalam kubur campuran yang merupakan kombinasi kubur primer dan sekunder ditemukan berdampingan atau bertumpuk, kubur campuran yang ditemukan dalam situs Gilimanuk memperlihatkan gejala bawah kubur yang lama dikeluarkan untuk memberi tempat pada kubur yang baru. Tulang-tulang rangka manusia dari kubur yang lama disusun dalam pola penguburan kedua di atas mayat yang baru dengan pola keletakan tulang panjang di pinggir dan mengapit tulang rusuk dan tulang-tulang pendek lainnya dengan tulang tengkorak berada di atas susunan tulang-tulang tersebut (Soejono, 1977:187). Pada umumnya, mayat yang baru berposisi membujur. Pada kubur campuran biasanya terdiri dari dua atau tiga rangka yang kemungkinan berasal dari satu keluarga (Soejono, 1977:187).

Penguburan lain yang ditemukan pada situs Gilimanuk adalah kubur tempayan. Di Gilimanuk, kubur tempayan menggunakan dua buah tempayan, satu tempayan di sisi bawah digunakan sebagai wadah rangka manusia, sedangkan tempayan di aatasnya diletakan terbalik yang berfungsi sebagai penutup wadah. Pada situs ini ditemukan kerangka manusia yang dikubur dalam sikap tersungkur dengan kedua kaki terlipat ke belakang, kedua siku lengan bertemu di belakang dan posisi tengkorak menengadah ke atas, sehingga menimbulkan anggapan bahwa telah terjadi penguburan secara paksa (Kifli, 2000:31).

 

 

Sumber: Museum Nasional

Categories: Featured

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *