Masyarakat Lampung yang bermukim di pesisir Barat sejak dulu melestarikan budaya “Ngumbai Atakh” sebagai bentuk doa yang dilakukan pada bulan atau musim haji.

Di kalangan masyarakat Lampung Pesisir Barat, khususnya yang berada di sekitar pesisir Krui, Kecamatan Way Krui, Kabupaten Pesisir Barat, sekitar 300 kilometer dari Bandar Lampung, terdapat sebuah tradisi yang disebut Ngumbai Atakh yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “berdoa bersama”. Ngumbai Atakh adalah suatu bentuk pengharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar hasil perkebunan yang menjadi mata pencaharian warga masyarakat meningkat dan dijauhkan dari segala musibah ataupun adanya roh jahat yang bermaksud untuk mengganggu kesuburan tanaman. Adapun pelaksanaannya umumnya dilakukan pada hari pertama bulan atau musim haji.

“Setiap tahun masyarakat melaksanakan tradisi turun-temurun itu. Kebiasaan masyarakat ini dilakukan saat memasuki bulan haji, yang bertujuan untuk memanjatkan doa agar tanaman perkebunan maupun pertanian dapat tumbuh subur,” kata Ali Muhsin (44), warga Way Krui yang bermukim sekitar 330 Km dari Bandar Lampung.

Dia menjelaskan, tradisi Ngumbai Atakh merupakan bentuk harapan masyarakat Lampung Pesisir Barat, agar terhindar dari malapetaka. Tradisi ini bermanfaat sebagai ajang silaturahmi masyarakat, sehingga jalinan tersebut dapat terjaga dengan baik, sekaligus sebagai upaya pengharapan dan penolak bala agar diberikan kelancaran dalam melakukan aktivitas. Misalnya seperti perkebunan sehingga mendapatkan hasil panen yang berlimpah.

“Tradisi ini dilakukan masyarakat, guna memanjatkan doa kepada Tuhan, agar dijauhkan dari malapetaka dan roh jahat yang dapat mengganggu masyarakat saat melakukan aktivitas perkebunan,” kata tambahnya.

Doa bersama masyarakat yang dilakukan setiap tahun itu biasanya dipimpin oleh ustad atau tetua agama dan tidak menggunakan sesaji ataupun persembahan lainnya. Sementara penyelenggaranya adalah warga masyarakat pemilik perkebunan. Agar lebih afdol, acara ini umumnya juga mengundang para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan perangkat pekon setempat. Mereka secara berjamaah memanjatkan doa tanpa menyediakan sesajen di lokasi perkebunan agar diberikan peningkatan hasil perkebunan, kemudahan rezeki, dan dijauhkan dari segala musibah yang datang secara tidak terduga.

Sumber disarikan dari:
Irvan Setiawan dkk, “Inventarisasi Karya Budaya di Kabupaten Pesisir Barat”, Laporan Penginventarisasian dan Pencatatan Karya Budaya Kabupaten Pesisir Barat, Bandung: BPNB Jabar, 2018.

 

BPNB JABAR

 

Categories: Nilai Budaya

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *