261

Siapa yang tak mengenal Raden Ajeng kartini? Wanita kelahiran Jepara 21 April 1879 ini terlahir dalam lingkungan keluarga bangsawan dan dikenal sebagai pejuang hak pendidikan wanita. Perjuangannya mengenyam pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi terpaksa terhenti, karena sang ayah tak mengizinkan dengan alasan Kartini harus tunduk pada aturan yang mengharuskannya dipingit sampai datangnya lamaran seorang pria.

Dari balik tembok tinggi dan tebal yang menjadi kurungannya dari dunia luar, Kartini menyadari, menangisi nasib tidak akan menyelesaikan masalah. Dari situ, ia memanfaatkan ruang pingitan untuk memuaskan hobinya membaca, menggambar, melukis, dan bermain piano bersama kedua adiknya yang juga mengalami pingitan, yaitu R.A Roekmini dan R.A Kardinah.

Tahun 1898, sang ayah memutuskan untuk membebaskan tiga bersaudara ini dari pingitan. Mereka diikutsertakan dalam perayaan penobatan Ratu Wilhelmina di Semarang. Ia kemudian berusaha mendapatkan beasiswa meski sempat tak diijinkan. Saat beasiswa tersebut berhasil didapatkannya, ia justru memberikannya kepada Agus Salim –pelajar dari Sumatera yang menjadi lulusan terbaik seluruh HBS– karena ia harus menikah dengan Bupati Rembang, R.A. Djojo Adiningrat pada 8 November 1903.

Padahal, saat itu ia sedang berkonstrasi dengan sekolah yang didirikannya di pendopo Kabupaten Jepara dan menjalin korespondensi dengan pelajar STOVIA demi menggugah rasa kebangsaan dan emansipasi bangsa, yaitu kebangkitan kembali Jawa sebagai bangsa yang hidup berdampingan dengan Belanda dengan tidak saling menindas.

Namun ternyata, Kartini tak hanya bicara tentang emansipasi di bidang kesetaraan pendidikan, melainkan banyak sisi lain yang belum terungkap dan diketahui masyarakat. Dalam buku Sisi Lain Kartini yang diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional nampak jelas, bahwa Kartini adalah salah satu pelopor yang menyadarkan rakyat Indonesia akan kehidupan berbangsa. Walaupun kesadaran berbangsa pada masa itu masih sempit, hanya sebatas Jawa, tapi dari situ, ia bergerak dan mengeluarkan seluruh pemikirannya yang tak mau harga diri bangsanya diinjak-injak oleh Belanda.

Ia juga mengajak pelajar-pelajar STOVIA untuk mengenal dan membangun kesadaran bahwa mereka adalah Jawa, sehingga muncullah Jong Java, yang merupakan embrio dalam gerakan Soempah Pemoeda. Selain itu, Kartini juga bicara tentang Opium (getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah canduyang belum matang), yang kini tengah ramai menjadi sorotan.

Ulasan peristiwa tersebut terangkum dalam Pameran Sisi Lain Kartini di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Gelaran tersebut merupakan rangkaian Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei mendatang. Pameran dibuka pada Kamis (21/4) dan berakhir pada 27 Mei 2016. Dalam pameran tersebut, tersaji berbagai catatan atau nota yang dibuat oleh Kartini semasa hidup, yang terpajang di aneka sudut ruang. Lukisan bergambar sepasang angsa dan kain batik buatan Kartini pun melengkapi pameran kali ini.

Categories: Inspirasi