Konon masyarakat Suku Kaili percaya bahwa mereka merupakan to manuru, yakni orang keturunan dari kahyangan. Tak hanya itu, Suku Kaili juga memiliki ikatan kekeluargaan yang erat karena dijalin oleh tali perkawinan antarkeluarga.

Suku Kaili merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Palu, Sulawesi Tengah. Selain dikenal sebagai suku asli di wilayah tersebut, ada pula beberapa suku lainnya yang menetap di kawasan Palu. Sebut saja Suku Bugis, Suku Minahasa, Suku Banjar, Suku Gorontalo, Suku Toraja, Suku Jawa dan Suku Batak. Hanya saja secara jumlah, Suku Kaili lebih mendominasi dibandingkan suku-suku lainnya.

Tak banyak literatur atau catatan sejarah yang mengungkapkan asal-usul Suku Kalili. Ini hanya diungkapkan melalui cerita rakyat yang tersebar di masyarakat secara lisan. Masyarakat Suku Kaili mempercayai bahwa mereka merupakan to manuru atau orang yang turun dari kahyangan. Ada pula pula yang menganggap mereka sebagai jelmaan dari bambu kuning atau volo mbulava, dan nebete ri vatu bula, yakni jelmaan batu putih.

Orang-orang yang menjelma itu dianggap keramat, memiliki kesaktian sehingga dianggap mampu menjadi pimpinan suatu kelompok masyarakat. Para pemimpin kemudian diangkat menjadi raja dan para keturunannya secara otomatis dianggap sebagai para bangsawasan. Inilah yang mempengaruhi empat strata sosial yang diketahui di masyarakat Suku Kaili.

Pertama ialah maradika (raja). Maradika berasal dari keturunan to manuru atau orang yang menjelma dari bambu kuning sebagai penjelmaan dari dewa. Kedua ialah to tua nu ngata atau lebih dikenal dengan nama bangsawan. Para bangsawan ini merupakan penduduk yang masih keturunan maradika. Secara sistem sosial, orang-orang keturunan bangsawan ini dapat diangkat sebagai punggava (menteri dalam negeri), galari (menteri kehakiman), tadulako (menteri peperangan), pabicara (menteri penerangan) dan sabandara (menteri perhubungan).

Strata sosial yang ketiga ialah to dea, yakni anggota yang tidak tergolong raja, bangsawan atau pun. Dibandingkan keturunan maradika, to tua nu ngata dan batua, to dea merupakan penduduk mayoritas dari suatu kelompok sosial. Adapun golongan batua ialah orang yang kalah perang, melanggar hukum adat, miskin dan turunan budak.

Penyebaran Suku Kaili menurut sejarahnya bersumber dari kebiasaan Ada Nosibolai. Ada Nosibolai ialah kebiasaan di kalangan para bangsawan yang menyebarkan turunannya melalui perkawinan antarkeluarga. Itulah sebabnya, orang-orang Suku Kaili memiliki ikatan kekeluargaan yang erat karena dijalin oleh tali perkawinan antarkeluarga.

Dari asal-usul inilah kemudian masyarakat Suku Kaili berkembang dengan sistem kawin mawin sesama dan akhirnya menyebar ke daerah yang lebih luas. Konon manusia yang menjelma itu diangkat menjadi raja dan turunannya pun menjadi bangsawan.

 

Sumber: Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986.


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *