Tinggalan arkeologis di Situs Kota Cina dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Tinggalan arkeologis yang bersifat fragmentaris atau portable (mudah dipindah-pindahkan), dan struktur. Tinggalan arkeologis fragmentaris di antaranya berupa fragmen keramik asing, fragmen gerabah, koin/mata uang asing, kayu/papan sisa badan perahu, fragmen batu runcing, manik-manik, arca, fragmen batuan, dan ekofak. Tinggalan arkeologis yang berupa struktur adalah sisa struktur bangunan bata yang dianggap berkaitan dengan aktifitas pemujaan/religi. Ditemukan di areal Keramat Pahlawan. Sekitar 50 m di sebelah tenggara Jembatan Parit Beletjang.

Tinggalan arkeologi yang sifatnya fragmentaris diperoleh melalui kegiatan penelitian (survei dan ekskavasi). Ada juga yang tidak sengaja ditemukan, atau yang disengaja ditemukan oleh masyarakat. Tinggalan-tinggalan tersebut dapat diklasifikasi berdasarkan bahannya, yaitu: batu, logam, kaca, kayu, keramik, dan gerabah. Di samping itu terdapat ekofak berupa fragmen tulang ikan dan fragmen gigi vertebrata.

 

Pilar batu granit

Data arkeologi yang dianggap sebagai ciri khas Situs Kota Cina adalah pilar batu granit. Menurut Soedewo (Soedewo dkk., 2011) pilar batu granit hitam koleksi Museum Situs Kota Cina merupakan hasil temuan masyarakat pada 2008. Tepatnya di lahan yang ditanami pohon pisang di belakang Pekong (tempat pemujaan yang berukuran kecil. Biasanya dimiliki dan digunakan oleh kalangan tertentu pada komunitas etnis Tionghoa. Oleh para tetua setempat disebut sebagai Keramat Pahlawan.

Batu pilar ini biasanya berpasangan dengan batu umpak sebagai penyangga rumah panggung. Saat ini masih ada dua benda sejenis di areal yang sama. Satu pilar masih dalam posisi tegak. Berada di dekat sebatang pohon tua di sisi timur Pekong. Pilar lainnya rebah di sisi barat Pekong. Kedua tinggalan tersebut sekarang difungsikan sebagai semacam batas areal tertentu. Mungkin sebagai tempat sakral. Mengingat di areal ini pernah ditemukan dua arca logam yang kini dijadikan objek pemujaan di Pekong tersebut.

Fragmen batu silindrik yang ditemukan di Situs Kota Cina juga ditemukan di Sukanalu (Karo) dan Lobu Tua serta Bukit Hasang (Barus). Guillot (2008:291) mengidentifikasi benda ini sebagai batu penggiling yang diimpor dari India Selatan. Perret (2010:466) tidak memastikan fungsi dari benda ini. Selain beberapa kemungkinan fungsi seperti lingga, batu nisan, dan batu penggilingan (Soedewo dkk., 2011).

Ikonografi arca Buddha

Hasil analisis ikonografi terhadap arca Buddha yang terbuat dari batu granit dan perunggu menunjukkan gaya India Selatan (Cola Style). Sikap tangan Arca Buddha itu adalah Dhyanamudra (sikap tangan bersemedi) dan Vijakhayamudra (sikap tangan memberi wejangan). Selain arca yang secara ikonografis bercirikan Buddha, ditemukan juga arca Hindu. Diduga arca Dewa Wisnu dan Dewi Būdēvi. Keduanya ditemukan dalam keadaan tanpa kepala. Di Situs Kota Cina juga ditemukan lingga dan yoni, yang saat ini menjadi koleksi Museum Negeri Sumatera Utara. Semua temuan arca di Kota Cina yang bergaya seni Cola (sekitar abad ke-10 M hingga ke-13 M) diduga diimpor dari daerah Tamilnadu di India Selatan. Terutama dari daerah sekitar ibukota Kerajaan Tamil di Kanchipuram (McKinnon, 1993/1994).

Soedewo dan kawan-kawan (2011) juga mendeskripsikan dua arca Buddha berbahan logam yang ditempatkan di satu Pekong.Tinggi masing-masing arca itu adalah 12 cm. Hingga kini dimanfaatkan sebagai objek pemujaan. Arca pertama digambarkan dalam posisi berdiri samabhanga (kedua kaki tegak sejajar). Sikap tangan kanan tidak jelas, mungkin vitarkamudrā (memberi pengajaran atau berdebat). Tangan kiri, mulai pergelangan hingga telapaknya, sudah hilang. Arca tersebut juga digambarkan mengenakan jubah yang memanjang. Mulai bahu kiri hingga hampir ke mata kakinya. Juga terdapat ushņīsha (sanggul) di bagian atas kepalanya. Namun, gaya seninya masih belum dapat ditentukan. Mengingat objek ini masih dimanfaatkan, dan tertutup jelaga pedupaan. Menurut keterangan pemiliknya, objek ini ditemukan di dekat reruntuhan bata yang terletak di sisi timur Pekong. Oleh sebagian warga Kota Cina disebut sebagai Keramat Pahlawan.

Arca kedua merupakan figur seorang wanita. Digambarkan dengan tangan kanan dalam sikap abhayamudra (menolak bahaya) atau vitarkamudra (memberi pengajaran atau berdebat). Tangan kiri terjuntai ke sisi pinggulnya. Kepalanya dihiasi kiritamukuta (mahkota menyerupai kerucut). Jika arca ini satu konteks dengan arca pertama, kemungkinannya adalah Tara. Salah seorang Dewi dalam agama Buddha (Soedewo, dkk., 2011).

Ambary (1979) bersama Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional telah melakukan klasifikasi terhadap 3.027 sampel fragmen keramik. Kemudian dikaji ulang oleh Purnawibowo (2007). Hasilnya adalah fragmen keramik Kota Cina yang berasal dari abad ke-13 hingga ke-14 Masehi (masa Dinasti Sung Selatan hingga Dinasti Yuan) sebanyak 67,56%. Fragmen keramik yang berasal dari abad ke-10 hingga ke-13 Masehi (masa Dinasti Sung Utara hingga Sung Selatan) berjumlah 15,39%. Fragmen keramik yang berasal dari abad ke-14 hingga ke-19 Masehi berjumlah 2,09% serta fragmen keramik yang tidak teridentifikasi sebanyak 14,97%.

Categories: Featured

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *