Rekaman cerita lahirnya Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 1945 membubuhkan peristiwa yang tidak biasa. Termasuk hadirnya goresan tinta Dullah, sang pelukis pribadi Presiden Soekarno, yang turut andil dalam pengembangan konsep garuda sebagai lambang negara. Lewat pulasan tintanya ia mempertegas gambar garuda pertama yang dibuat oleh Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak ke-6.

Lambang garuda muncul sekitar tahun 1950, usai pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Hagg. Dari situlah pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) menggelar sayembara desain lambang negara. Setelah melalui tahap seleksi yang panjang, terpilihlah desain karya Sultan Hamid II yang dirasa cukup mempresentasikan keutuhan Indonesia lewat garuda.

Desain garuda yang disuguhkan Sultan Hamid II menghadirkan garuda tunggangan suci dewa Wisnu yang mengacu pada arca dan relief di candi-candi kuno. Sebut saja Candi Prambanan, Candi Mendut, Penataran hingga Candi Sukuh.

Secara ringkas, sosok garuda berdiri di atas bunga teratai, dengan dada terlindungi oleh perisai. Dikelilingi kata-kata bertuliskan ‘Republik Indonesia Serikat’ dan belum ada pencantuman ‘Bhinneka Tunggal Ika’ di dalamnya. Di sana tak ada gambar bintang maupun rantai, yang ada hanya keris, kepala banteng, tiga batang padi dan pohon beringin.

Secara keseluruhan, Sultan Hamid II pun berkonsultasi dengan Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Muhammad Hatta untuk meninjau kembali tentang sosok garuda yang sudah ia gambarkan. Hasilnya, Bung Karno pun mengusulkan untuk adanya perbaikan. Di antaranya pencantuman lima lambang negara dan dibuatkan tangan garuda seolah-olah ia tengah memegang perisai.

Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan oleh Sultan Hamid II. Berbagai masukan yang diterima Soekarno juga mengantarkan ia meminta bantuan Dullah. Kemudian Soekarno meminta pada Dullah mendesain ulang buatan Sultan Hamid II dengan mengubah posisi cakar yang semula mencengkram dari belakang helai kain menjadi tampak depan. Demikian dengan bentuk kepala yang semula botak ditambahkan jambul sehingga garuda terlihat gagah seperti yang digambarkan cerita-cerita Nusantara.

Tak luput, Sultan Hamid II pun ambil bagian menyelaraskan warna dan skala agar lambang garuda semakin indah dipandang mata. Setelah rampung, Soekarno pun mengesahkan desain yang telah diperbaiki oleh Dullah dan Sultan Hamid II pada Maret 1950.

 

Sumber:

Kisah Pancasila. Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017


0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *