Berawal dari Kebangkitan Nasional 1908

Perkembangan teknologi dunia yang melesat akibat Revolusi Industri abad 18 sedikit banyak mempengaruhi budaya yang ada di dunia saat itu, termasuk Indonesia. Salah satu pengaruh revolusi industri di Indonesia adalah diberlakukannya tanam paksa, sebagai wujud memenuhi kebutuhan bahan baku industri pasar Eropa. Tanam paksa yang diberlakukan Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia, kemiskinan yang berkepanjangan dan menyebarnya wabah penyakit.

Menyebarnya wabah penyakit menyebabkan angka kematian pekerja perkebunan meningkat tajam, membuat Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah kedokteran untuk bumiputera. Tidak hanya sekolah kedokteran (STOVIA), Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan berbagai sekolah sebagai wujud dari kebijakan “Politik Etis” atau politik balas budi yang mencakup edukasi, irigrasi, dan transmigrasi. Pendidikan yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda juga semata-mata untuk menghasilkan pekerja terdidik dengan upah yang murah. Namun, pendidikan inilah yang kemudian melahirkan generasi terdidik yang mempelopori kesadaran nasional, seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika, HOS Tjokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, Soetomo dan lain-lain. Lahirnya kaum intelektual inilah yang kemudian membedakan perjuangan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan sebelum abad ke-20, perjuangan yang dilakukan kini lebih terorganisasi serta memiliki visi misi yang terkonsep dengan jelas menuju Indonesia Merdeka.

Perjuangan dilakukan pula oleh pelajar-pelajar STOVIA, berawal dari kunjungan Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan memberikan ceramah akan pentingnya wadah untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penderitaan. Gagasan ini disambut antusias oleh para pelajar, dengan mendirikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo merupakan organisasi modern pertama di Indonesia, yang didirikan oleh Soetomo, dan delapan kawan lainnya. Meskipun awalnya, anggota Boedi Oetomo diperuntukkan hanya untuk kalangan priyayi, namun Boedi Oetomo merupakan organisasi pelopor wadah perjuangan bangsa yang bersifat nasional yang pertama. Perjuangan Boedi Oetomo menjadi inspirasi berdirinya organisasi-organisasi lain untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Sumpah Pemuda 1928

Seiring dengan digunakannya nama “Indonesia” untuk mengganti nama Hindia Belanda yang selama ini dipopulerkan Pemerintah Belanda, para pemuda Indonesia menyelenggarakan Kongres Pemuda I pada 30 April 1926. Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil organisasi Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosofi. Selama kongres tersebut, berbagai pidato tentang “Indonesia Bersatu” dikumandangkan. Hasil utama Kongres Pemuda I ialah mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia, meskipun masih samar-samar.

Kongres Pemuda I yang masih banyak polemik disertai dengan masalah-masalah perbedaan bahasa dan fanatisme budaya, sehingga disepakati untuk diadakan kembali Kongres Pemuda II pada 26-28 Oktober 1928. Kongres Pemuda II ini diselenggarakan di Jakarta dalam tiga sesi dan tiga tempat yang berbeda. Kongres Pemuda II menghasilkan sebuah ikrar yang menjadi tonggak persatuan pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan “Ikrar Sumpah Pemuda”, yang berbunyi sebagai berikut:

  1. Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia.
  2. Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia.
  3. Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Kekalahan Jepang kepada Sekutu pada Perang Dunia II, membuat Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan. Kesempatan ini sungguh dimanfaatkan dengan baik oleh para pejuang dalam mempersiapkan kemerdekaan dengan perjuangan sendiri bukan hadiah pemberian Jepang. Hal ini didukung dengan penolakan pemberian hadiah kemerdekaan Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman pada 12 Agustus 1945. Namun terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda mengenai waktu proklamasi kemerdekaan.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 para golongan muda yang tergabung dalam gerakan bawah tanah, seperti Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni membawa Soekarno dan Moh Hatta ke Rengasdengklok. Peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok, yang bertujuan untuk meyakinkan dan mendesak Soekarno Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan, serta mengamankan mereka dari pengaruh Jepang. Kemudian, perumusan teks proklamasi dilakukan di kediaman Laksamana Maeda, karena dianggap sebagai tempat yang aman. Puncaknya adalah pembacaan proklamasi kemerdekaan pada pukul 10.00 pagi, 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Moh. Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pembacaan proklamasi kemerdekaan inilah yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru tanah air, sebagai wujud terbebasnya negara Indonesia dari belenggu penjajahan.

Setiap masa perjuangan akan menemukan tokoh dan tantangannya sendiri, dan merupakan rangkaian peristiwa yang tidak hanya bergerak linier terbentang dalam waktu. Sejarah nampaknya merupakan dialektika antar zaman yang tak terpisahkan, termasuk antara kebangkitan nasional, sumpah pemuda, dan proklamasi kemerdekaan. (Untari)

 

SUMBER: Museum Kebangkitan Nasional

 

Categories: Sejarah

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *