Suku Kaili merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Palu Barat, Sulawesi Tengah. Kerarifan lokal di suku ini bukan hanya dapat dilihat dari barang kerajinan atau kesenian yang dihadirkan semata. Dari bentuk arsitekturnya pun dapat dideteksi seperti apa strata sosial masyarakatnya.

Tanpa disadari sebenarnya bangunan rumah Suku Kaili, salah satu suku yang berada di Sulawesi Tengah, ditentukan berdasarkan tingkatan sosialnya. Dilihat dari bentuknya saja, sudah dapat ditentukan dari tingkatan mana si pemilik rumah berasal, baik itu golongan bangsawan, golongan menengah dan golongan biasa. Bangunan ini dapat dibedakan berdasarkan tata ruang, fungsi hingga bentuknya. Berikut penjelasannya:

  • Rumah Golongan Bangsawan

Pada dasarnya bangunan rumah golongan bangsawan memiliki sebutan yang berbeda-beda, yakni Souraja, Banumbaso, Sapo Oge (Sapo Bose) dan Banua Magau. Hanya saja makna keempat nama tersebut memiliki makna yang sama, yakni rumah besar atau raja. Istilah-istilah tersebut dipengaruhi dari berbagai suku, sebut saja souraja ialah istilah yang telah mendapat pengaruh Bugis-Melayu. Sementara, sape oge (sapo bose) merupakan istilah bahasa Kaili dialek Tavaili.

Secara bentuk, rumah golongan bangsawan berbentuk rumah panggung. Rumah ini berdiri di atas tiang-tiang kayu balok persegi empat yang terbuat dari kayu keras, seperti kayu ulin bayam atau semacamnya. Rumah bangsawan ini tata ruangnya dibagi menjadi tiga bagian,  yakni bagian depan (lenta karavana), ruang tengah (lonta tatangana) dan ruangan belakang (lonta rarana).

Lenta karavana biasanya dibiakan kosong dan terbuka dengan dinding separuh yang sering berukir. Ruang depan ini biasanya digunakan sebagai tempat menerima tamu. Di bagian muka lenta karavana terdapat pelataran yang sering difungsikan sebagai teras tempat sandaran tangga. Pelataran sendiri dipergunakan sebagai tempat sandaran tangga dan tempat cuci kaki. Dari sini diketahui etika secara tak tertulis bahwa setiap tamu yang datang sebaiknya menyucikan diri terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah.

Setelah itu terdapat lonta tatangana atau bagian tengah yang ruangannya terbagi lagi menjadi tiga dan dibatasi oleh dinding papan. Ruangan pertama yakni berfungsi sebagai tempat musyawarah atau tempat raja berunding, sedangkan ruangan kedua dan ketiga merupakan tempat peraduan raja dan kamar tidur dengan ukuran lebih besar.

Di bagian terakhir ada lonta rarana yang sering difungsikan sebagai ruang makan, yang sebagian kamar dikhususnya untuk perempuan atau anak-anak. Pada rumah golongan bangsawan, ruang makan juga dipergunakan untuk menerima tamu-tamu perempuan, para sahabat dan kenalan dekat.

  • Rumah Golongan Menengah

Tempat tinggal Suku Kaili golongan menengah disebut kataba, artinya rumah papan. Type kataba yakni berbentuk rumah panggung yang ditopang dengan tiang-tiang balok dan beralaskan batu. Atapnya terdiri dari atap rumbia dan seng.

  • Rumah Golongan Rakyat Biasa

Rumah golongan rakyat biasa Suku Kaili disebut juga tinja kanjai yang artinya rumah ikat. Tinja kanjai ialah bentuk rumah sederhana yang tingginya kurang lebih 75 – 100 cm di atas tanah. Tiang-tiangnya diikat dan lantai beralaskan bambu. Rumah ini terdiri dari kamar tidur, ruang tamu dapur dan ruang makan.

 

Sumber: Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986.

 

Categories: Featured

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *