Setelah berkecimpung selama empat tahun dalam organisasi pemuda, pada tahun 1931 Adenan Kapau  Gani merasa sudah waktunya untuk terjun langsung ke dunia politik. Pada tahun tersebut suasana politik di Indonesia masih dihangatkan oleh berita penangkapan Sukarno sebagai ketua Partai Nasional Indonesia (PNI). Penangkapan itu diiringi pelarangan kegitan PNI oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pelarangan itu akhirnya memaksa PNI membubarkan diri. (Nalenan, 2004: 6)

Pasca pembubaran PNI, para anggota PNI terpecah dua, ada yang setuju pembubaran dan ada yang tidak setuju. Para anggota yang setuju dengan pembubaran bersama dengan mantan pengurus PNI yang dimotori oleh Mr. Sartono membentuk Partai Indonesia (Partindo). Meskipun merupakan wajah baru bagi perjuangan, bagi sebagian kalangan termasuk Adenan Kapau Gani, Partindo dianggap sebagai penerus perjuangan PNI. Karena sikap perjuangan Partindo yang melibatkan aksi massa dan konsisten menuntut Indonesia merdeka, Adenan Kapau Gani sangat tertarik dengan organisasi politik tersebut. Ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Partindo.

Sementara itu para anggota PNI yang tidak setuju dengan pembubaran PNI bergabung dengan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir membentuk PNI-Baru. Metode perjuangan politik Partindo dengan PNI-Baru kadangkala bertentangan. Setelah Soekarno dibebaskan dari penjara Sukamiskin, ia berusaha keras menyatukan kedua belah pihak yang bertikai, namun tidak berhasil. Akhirnya Sukarno masuk Partindo. Partindo pada mulanya dipimpin oleh Mr. Sartono, kemudian melalui Kongres Partindo di Surabaya 14-19 April 1932 kepemimpin diserahkan kepada  Soekarno. Kepemimpinan Sukarno di Partindo dibantu oleh Sartono, Amir Syarifuddin, Nyono Pranoto dan Sudiro. Partindo cabang Jakarta menjadi pusat organisasi ditopang kuat oleh para mahasiswa hukum (Amir Syarifuddin dan kawan-kawan) dan mahasiswa fakultas kedokteran (Adenan Kapau Gani dan kawan-kawan). Tenaga-tenaga muda ini adalah orator yang mengikuti jejak Sukarno.

Sukarno tidak lama memimpin Partindo karena pada 1 Agustus 1932 ketika ia baru keluar dari rumah Muhammad Husni Thamrin di Sawah Besar, Jakarta, ia ditangkap oleh polisi rahasia Hindia Belanda (PID). Ia dituduh menghasut rakyat untuk melawan pemerintah Hindia Belanda terutama melalui tulisan “Mencapai Indonesia Merdeka”. Sekitar 7 bulan kemudian, tiba giliran penangkapan terhadap tokoh PNI Baru antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Pemerintah Hindia Belanda menganggap Partindo dan PNI Baru sebagai partai yang membahayakan dan para pemimpinnya perlu dihukum berat dengan diasingkan.

Sumber : Sosok Pejuang Bangsa Adenan Kapau Gani, Cetakan Pertama Museum Sumpah Pemuda 2009

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/msp/2018/01/12/adenan-kapau-gani-aktif-dalam-organisasi-politik/

Categories: Sejarah

0 Comments

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *